ainun najah 'ajib'

ainun najah 'ajib'
my ficture

Senin, 15 Februari 2010

thermochemisry report

Ainun Najah(3315083228)
5th English report
THERMOCHEMISTRY II

I. Purposes

1. To determine naphthalene burning calor and liquid paraffin with adiabatic calorimeter bomb
2. To determine calor capacity from bomb calorimeter
3. To observe changing which happen in bomb calorimeter

II. Theory
In thermodynamics and physical chemistry, thermochemistry is the study of the energy evolved or absorbed in chemical reactions and any physical transformations, such as melting and boiling. Thermochemistry, generally, is concerned with the energy exchange accompanying transformations, such as mixing, phase transitions, chemical reactions, and including calculations of such quantities as the heat capacity, heat of combustion, heat of formation, enthalpy, and free energy.
The measurement of heat changes is performed using calorimetric, usually an enclosed chamber within which the change to be examined occurs. The temperature of the chamber is monitored either using a thermometer or thermocouple, and the temperature plotted against time to give a graph from which fundamental quantities can be calculated. Modern calorimeters are frequently supplied with automatic devices to provide a quick read-out of information, one example being the DSC or differential scanning calorimeter.
Several thermodynamic definitions are very useful in thermochemistry. A system is the specific portion of the universe that is being studied. Everything outside the system is considered the surrounding or environment. A system may be: an isolated system — when it cannot exchange energy or matter with the surroundings, as with an insulated bomb reactor; a closed system — when it can exchange energy but not matter with the surroundings, as with a steam radiator; an open system — when it can exchange both matter and energy with the surroundings, as with a pot of boiling water.
A system undergoes a process when one of more of its properties changes. A process relates to the change of state. An isothermal (same temperature) process occurs when temperature of the system remains constant. An isobaric (same pressure) process occurs when the pressure of the system remains constant. An adiabatic (no heat exchange)process occurs when no heat exchange occurs.

III. Tools and Materials

Tools
• Adiabatic bomb calorimeter
• Analytic pair of scales
• Stop watch
• Syringe bottle
• Thermometer

Materials
• Water
• Benzoic acid
• Naphthalene
• Paraffin
• Oxygen gas
• Na2CO3 solution
• Red methyl indicator



IV. Procedures
1. Weighing benzoate acid tablet carefully
2. Going into benzoate acid to adiabatic calorimeter bomb and setting heater wire both of electrode
3. Filling up bomb calorimeter with 30 atm of oxygen gas
4. Filling up calorimeter pail with 2 Liters of water (±0,5 grams). Temperature of water in pail made ±1,5o under room temperature
5. Going into pail to calorimeter. Set bomb up in pail
6. Let calorimeter operate about 4-5 minutes. While automatic control arrange temperature of coat in order to balance with water’s temperature of water in pail. Water’s temperature in pail = T
7. Operating electric current to burn sample. Temperature of pail will decreasing in 20 second after burning started
8. Writing down temperature of water in pail in 6th minutes until constant during 2 minutes
9. Open bomb of calorimeter and go bomb out to lost the gases produced from reaction
10. Washing inside of bomb and patch washing product
11. Titrating washing product with Na2CO3 solution by using red methyl indicator
12. Liberating wire heater which not used up and determining wire heater which used up
13. Calculate calor capacity of bomb calorimeter






V. Date Observation
Determining bomb calorimeter capacity with benzoic acid
a) Mass of benzoic acid : 1 g
b) Long of wire heater used up : 3 cm
c) First temperature :30,18oC
d) Last temperature :30,18oC
30,18oC
30,18oC
30,20oC
30,20oC
VI. Calculating
T0 : 30,18oC = 303,18 K
T1 : 30,20oC = 303,20 K
Mass of benzoic acid : 1 g
ΔUT : 26454 J/g
1 cal = 4,2 j/cal
ℓ used up : 3 cm
correction factor : ℓ used up x 2,3 cal/cm x 1,2 Joule/cal = 3 cm x 2,3 cal/cm x 1,2 Joule/cal = 28,98 Joule
ΔUT = (-Ck x ΔT – U): m
-Ck = (ΔUT x m +U): ΔT
-Ck = (26454 Joule/g x 1 g + 28,98 Joule) : 0,02 K = 1324149 Joule/K
Ck = -1324,15 Joule/K
VII. Date Analysis
This experiment purpose to determine bomb calorimeter capacity by using benzoic acid. Benzoic acid which used must in tablet form, it is to make benzoic acid do the reaction entirely when burned. If benzoic acid reacted in powder form, it is probably not all of benzoic acid do reaction. Beside that, it is make placing of those benzoic acid to touch wire heater when burning. So that, burning nor happen.
10 cm platinum wire set on bomb, so that must be touch to benzoic acid. It is done to make wire accompany electric current which will produced fire work and it sign burning reaction begin. Before bomb entered to pail, bomb filled by oxygen ±30 atm. The function of adding this oxygen gas is to help burning in bomb calorimeter, so that benzoic acid burned entirely.
Reaction :
2C6H5COOH + 15 O2(g) →14 CO2(g) + H20
In experiment, benzoic acid not burned entirely, only burned about 0,1 gram, it is caused when adding oxygen. Not all of oxygen enter to bomb because little pipe setting didn’t exactly in the circulation hole of oxygen gas in bomb. Beside that, when flowing electric current, tomb pressed too short time, so that cause acid benzoic didn’t burn entirely.
During burning process, bomb calorimeter is adiabatic. Which no changing of calor happen or Q=0. It is sign that no losing calor to environment or gaining calor from environment. In experiment, no titration reaction done because there was rest of benzoic acid burned.
By calculating, the value of bomb calorimeter capacity which used was -1324,15 KJ/Kelvin. In this calculation, needed correction factor because there was losing calor by wire heater burning. Correction factor wire burned was 28,98 Joule.


VIII. Conclusions
1. Correction factor wire burned was 28,98 Joule
2. Value of bomb calorimeter capacity which used was -1324,15 KJ/Kelvin
3. Reaction which happen : 2C6H5COOH + 15 O2(g) →14 CO2(g) + H20
4. The function of adding this oxygen gas is to help burning in bomb calorimeter, so that benzoic acid burned entirely

IX. Bibliography
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga
Keenan, Charles W. 1989. Kimia untuk Universitas Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Petrucci, RH. 1989. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga

paper teri belajar dan pembelajaran

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PRESTASI BELAJAR SISWA


(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajran)








Oleh :
Ainun Najah
3315083228
Pendidikan Kimia Reguler 2008










Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta





DAFTAR ISI



I. PENDAHULUAN

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran (Joyce & Weil, 1980 dalam Santyasa 2004). Dengan demikian, model pembelajaran juga merupakan strategi pembelajaran, yang berperan sebagai fasilitas belajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda, dimana memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada isosial kelas. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran sangat perlu memperhatikan kondisi siswa, lingkungan belajar, dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Beberapa model pembelajaran tersebut diantaranya model pembelajaran langsung (direct instruction / DI), pembelajaran kooperatif (cooperative learning / CL), dan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/BPL).
Pendekatan berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa. Pendekatan berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar di mana masalah mengendalikan proses belajar mengajar.
Dari majalah Aneka Yess edisi Agustus 2009, banyak siswa yang mempunyai pemikiran kreatif dan kritis ketika dalam pembelajarannya digunakan pendekatan berbasis masalah. Masalah yang diberikan adalah masalah atau isu pemanasan global.
Kususma Dyah Sekararum adalah salah satunya. Siswi SMPN 2 Salatiga yang baru berusia 12 tahun ini mamapu memberikan solusi dalam meminimalisir dampak dari pemanasan global. Ara mampu memberdayakan kotoran sapi yang berasal dari peternakan di daerahnya dengan cara mengolah pakan dan kotoran sapi menjadi pupuk organic.
SMP Muhammadiyah 1 Malang merupakan salah satu sekolah di kota Malang yang belum pernah melakukan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah kepada siswanya..Guru matematika di sekolah tersebut khususnya kelas VIII A menyatakan bahwa memerlukan ketelatenan untuk membuat siswa belajar matematika. Guru seringkali harus mengulangi materi yang sama beberapa kali agar siswa benar-benar memahami. Selain itu, ulangan harian yang mereka peroleh pun sering masih berada di bawah standar kentuntasan minimum sekolah (SKM), yaitu 60.
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan yang cocok secara teoritis untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika bagi mereka karena pembelajaran ini diawali dengan pemberian masalah untuk diselesaikan sendiri oleh siswa sampai secara tidak sadar mereka telah belajar sesuatu dari permasalah tersebut. Dengan metode ini pengetahuan yang mereka pelajari sendiri akan mengendap lama di otak mereka.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus pembelajaran. Penelitian ini mendiskripsikan tentang rancangan penerapan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah pelaksanaannya sekaligus prestasi yang dicapai siswa setelah diterapkan pembelajaran model ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa selalu menunjukkan hasil di atas SKM yang ditetapkan sekolah. Pada siklus kedua siswa mencapai nilai rata-rata kelas.
Dalam makalah ini, akan dibahas bagaimana pengaruh pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan prestasi siswa. Dan mengapa pendekatan berbasis masalah saat ini sangat diperlukan untuk mencapai kompetisi tertentu dalam belajar.









II. PEMBAHASAN

Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

1. Definisi Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran untuk mengaitkan konten dengan konteks. Yang dimaksud dengan konten adalah isi materi pelajaran, sedangkan konteks adalah situasi dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari. Model pembelajaran ini, dikenal juga dengan nama lain, seperti project based teaching, experience based education, dan anchored instruction (Ibrahim dan Nur, 2004 dalam Suma, 2004), problem based instruction (Jatmiko, 2004), serta authentic learning (Nurhadi, 2005: 109). Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk belajar isi akademik dan keterampilan memecahkan masalah dengan melibatkan siswa kepada situasi masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan demikian, Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses pemecahan masalah sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian melalui heuristik yang melekat pada setiap tahap (Polya, 1973; Mettes dan Pilot, 1980; Kramers-Pals & Pilot, 1988 dalam Janulis P. Purba, 2004).
Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan apabila guru tidak mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan untuk menciptakan suasana pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis maslah dicirikan adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Sehingga dalam proses pembelajaran guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan pembelajaran tetapi hanya menjadi fasilitator dan siswa menjadi pusat kegiatan.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses pemecahan masalah sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian melalui heuristik yang melekat pada setiap tahap (Polya, 1973; Mettes dan Pilot, 1980; Kramers-Pals & Pilot, 1988 dalam Janulis P. Purba, 2004).











2. Ciri-ciri Pendekatan Berbasis Masalah

Empat ciri dari pendekatan berbasis masalah antara lain 1) pengajuan pertanyaan (masalah), dimana masalah berpusat pada pertanyaan yang bermakna untuk siswa; 2) terintegrasi dengan disiplin ilmu lain, dalam hal ini masalah yang diselidiki dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang mata pelajaran; 3) penyelidikan otentik, dimana siswa menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan; dan 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya (Nurhadi, 2005: 110). Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan guru secara optimal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian, sehingga Problem Based Learning dapat berlangsung dengan efektif dan efesien.

3. Peranan Pendekatan Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran
Pembelajaran Berbasis Masalah dapat mengubah pola proses belajar-mengajar tradisional di mana sebuah proses yang memberikan topik demi topik kepada siswa. sehingga mereka terjadi proses asimilasi dan akomodasi bagian demi bagian pengetahuan untuk membantu siswa sampai ia menjadi profesional dalam bidang tertentu.
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab pada pembelajaran mereka melalui penyeleselasian masalah dan melakukan kegiatan inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber.

4. Tujuan Pendekatan Berbasis Masalah
Ada sejumlah tujuan dari pendekatan berbasis masalah ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), Problem Based Learning dapat meningkatakan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal 1) adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan, 2) aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang, 3) pemikiran yang kreatif dan kritis, 4) adopsi sata holistic untuk masalah-masalah dan situasi-situasi, 5) apresiasi dari beragam macam pandang, 6) kolaborasi tim yang sukses, 7) identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan, 8) kemajuan mengarahkan diri sendiri, 9) kemampuan komunikasi yang efektif, 10) uraian dasar-dasar/ argumentasi pengetahuan, 11) kemampuan dalam kepemimpinan, 12) pemamfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.

5. Peran Guru
Peran guru dalam Problem Based Learning adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, serta memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Problem Based Learning tidak dapat dilaksanakan jika guru tidak mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Perilaku guru dalam Problem Based Learning terlihat dari sintaks pembelajaran yang dilaksanakannya.

6. Tahapan Utama Pendekatan Berbasis Masalah
Terdapat 5 (lima) tahapan utama pada Problem Based Learning, yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa (Suma, 2004) :



Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubrik asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/ hasil karya siswa
Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan


Hasil Belajar Siswa

Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut :

1.Ranah kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sisntesis,dan penilaian.
2.Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3.Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati)
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar :
a. Keterampilan dan kebiaasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
SMP Muhammadiyyah 1 Malang merupakan salah satu sekolah di kota Malang yang belum pernah melakukan penerapan Berbasis Masalah kepada siswanya.
Guru matematika di sekolah tersebut khususnya kelas VII A menyatakan bahwa memerlukan ketelatenan untuk membuat siswa belajar matematika. Guru harus mengulangi materi yang sama beberapa kali agar siswa benar-benar memahami. Selain itu, ulangan harian yang mereka peroleh pun sering berada di bawah standar ketuntasan minimum sekolah (SKM), yaitu 60. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah saru pendekatan yang cocok secara teoritis untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika bagi mereka karena pembelajaran ini diawali dengan pemberian masalah untuk diselesaikan sendiri oleh siswa. Sampai secara tidak sadar mereka telah belajar sesuatu dari permasalahan tersebut. Dengan metode ini pengetahuan yang mereka pelajari sendiri akan mengendap lama di otak mereka.
Rancangangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas(PTK) yang terdiri dari dua siklus pembelajaran. Penelitian ini mendeskripsikan tentang rancangan penerapan pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah pelaksaannya sekaligus prestsi siswa setelah diterapkan pembelajaran model ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa selalu menunjukkan hasil di atas SKM yang ditetapkan sekolah. Pada siklus kedua siswa mencapai nilai rata-rata kelas.



III. PENUTUP

Kesimpulan

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab pada pembelajaran mereka melalui penyeleselasian masalah dan melakukan kegiatan inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber.
Pendekatan berbasis masalah masalah saat ini sangat diperlukan untuk mencapai kompetisi tertentu dalam belajar. Hal ini dikarenakan dengan pendekatan berbasis masalah, siswa dapat belajar untuk memecahakan masalah yang ada di sekitarnya dengan pemikiran yang kritis dan kreatif.

Saran

Sebaiknya, para pembelajar memperbaikai metode yang digunakan apabila hasil belajar siswa tidak seuai dengan apa yang diharapkan. Metode pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan alternatif untuk memperbaiki metode yang digunakan, sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Sampai secara tidak sadar mereka telah belajar sesuatu dari permasalahan tersebut. Dengan metode ini pengetahuan yang mereka pelajari sendiri akan mengendap lama di otak mereka.


Daftar Pustaka

http://idbunhalu.info/projectportal/index.php?option=com_content&task=view&id=191&Itemid=77
http://idbunhalu.info/projectportal/index.php?option=com_content&task=view&id=191&Itemid=77
http://www.scribd.com/upload/upload_new?from=topbar_docview
http://www.sf-teacher.org/events/view_detail-433.html
Siregar, Eveline, dkk. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta